Electronic nose
(hidung elektronik) adalah perangkat
yang dimaksudkan untuk mendeteksi
bau atau rasa. Selama
dekade terakhir, "electronic sensing"
atau "e-sensing" teknologi telah mengalami perkembangan yang penting dari segi teknis dan komersial pandang. Ungkapan "electronic
sensing" mengacu pada kemampuan
reproduksi indera manusia menggunakan sebuah sensor
dan sistem pengenalan pola. Sejak tahun 1982, penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan teknologi, sering disebut sebagai e-nose, yang dapat mendeteksi dan
mengenali bau dan rasa. Tahapan proses pengenalan
yang mirip dengan penciuman manusia dan dilakukan untuk
identifikasi, kuantifikasi perbandingan,
dan aplikasi lainnya, termasuk penyimpanan data dan pengambilan.
Namun,
evaluasi hedonis adalah
kekhususan dari hidung
manusia mengingat bahwa hal itu
berkaitan dengan pendapat subjektif. Perangkat ini telah mengalami
perkembangan yang banyak dan sekarang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan
industri.
Pengujian mutu selama ini menggunakan metoda langsung.
Yaitu dengan memegang, melihat langsung, dan mencium aromanya. Metode organoleptis
ini sangat tergantung dari kondisi seseorang. Jika seandainya orang yang
menguji sedang terserang flu, tentu indra penciumannya juga akan terganggu. Kebutuhan
pengujian yang tidak bergantung kepada kondisi tubuh menimbulkan ide untuk
membuat sebuah prototipe electronic nose (selanjutnya disingkat e-nose)
yang dapat digunakan sebagai uji mutu.
Electronic nose
ini sudah banyak yang mengaplikasikannya untuk membuat sensor gas uji mutu.
Salah satunya adalah untuk menguji mutu tembakau
dengan alat yang terstandarisasi. Tembakau merupakan salah satu komoditas
perkebunan dan perdagangan yang penting di Indonesia. Produk utama tembakau
yang diperdagangkan adalah daun tembakau dan rokok. Potensi pasar tembakau
adalah sangat besar serta mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal
tersebut didukung sumber daya alam Indonesia yang berlimpah. Rendahnya
harga rokok, pertumbuhan penduduk, kenaikan pendapatan rumah tangga, dan
mekanisasi industri rokok kretek ikut menyumbang meningkatnya konsumsi tembakau
yang signifikan di Indonesia sejak tahun 1970-an. Sebagian besar perokok di Indonesia
(88 persen) mengkonsumsi rokok kretek yaitu rokok yang terdiri dari tembakau
yang dicampur cengkeh.
Industri rokok di Indonesia tumbuh dengan pesat, dari
semula hanya industri rumah tangga menjadi industri berskala besar nasional dan
multi nasional. Tumbuhnya industri rokok juga diikuti oleh berkembangnya
pertanaman tembakau yang diusahakan petani di banyak daerah dan telah berperan
sebagai lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat serta perekonomian
daerah.
Salah satu cara pengujian mutu tembakau adalah dengan
cara mencium aroma tembakau. Harapan baru sebagai alternative sebagai
instrument uji bahan baku
yang cepat namun cukup akurat adalah electronic nose. Dengan e-nose,
mutu tembakau dapat diuji berdasarkan aromanya. Cara kerja e-nose sebenarnya
menirukan cara kerja human panel system menggunakan indera penciuman
manusia yang terlatih atau expert. Bagian utama dari e-nose terdiri
dari larik sensor gas, sistem akuisisi data dan sistem pengenal pola.
Sebagai gambaran, aplikasi dari e-nose adalah
sangat luas mencakup bidang medis. Aplikasi e-nose lainnya adalah dalam
bidang pengujian lingkungan , bidang militer untuk mendeteksi bahan peledak
seperti di- and trinitrotoluene (DNT, TNT). Dalam industri makanan, e-nose
juga telah sukses diterapkan dalam industri roti, untuk asesmen produk
perikanan, khususnya ikan sardin yang disimpan dalam suhu 4oC secara waktu
nyata (real time). Di sisi lain, pengamatan secara real time proses
pemasakan tomat berdasarkan aroma tomat. Begitu potensialnya aplikasi e-nose,
maka penelitian ini adalah sangat mendesak dan penting untuk dilakukan di Indonesia.
0 Comments